Mengenang kembali kejadian di IKIP PGRI Semarang bukanlah sekadar nostalgia, melainkan sebuah perjalanan emosional yang penuh makna. Banyak orang yang pernah berproses di kampus ini tentu memiliki kisah uniknya masing-masing. Saya pun merasakan bagaimana perjalanan hidup saya dimulai dari hal sederhana: merintis keluarga dari seorang pembantu dosen dalam urusan dokumen dan perpindahan file unit kerja. Dari sinilah benih pengalaman, persahabatan, hingga rasa kekeluargaan tumbuh, mengiringi perjalanan saya di dunia akademik.
Tulisan ini saya buat bukan sekadar catatan pribadi, melainkan juga sebuah penghargaan terhadap nilai-nilai guyub rukun, sedulur selawase, dan solidaritas yang begitu kental terasa di lingkungan keluarga besar PGRI Semarang.
Merintis Dari Hal Sederhana: Pembantu Dosen dan Dokumen Unit Kerja
Awal perjalanan saya di IKIP PGRI Semarang dimulai dari peran yang mungkin dianggap kecil oleh sebagian orang: membantu dosen dalam mengurus dokumen dan perpindahan file di unit kerja. Namun dari sini saya belajar banyak hal. Bagaimana tertib administrasi dijalankan, bagaimana komunikasi harus dijaga, dan bagaimana tanggung jawab sekecil apa pun bisa membentuk karakter yang disiplin.
Tugas-tugas sederhana seperti mengarsipkan dokumen atau membantu memindahkan berkas antar-unit justru membuat saya dekat dengan banyak dosen. Dari situ, benih kekeluargaan mulai tumbuh. Saya merasa diterima, dihargai, bahkan seolah dianggap sebagai bagian dari keluarga besar.
Kiprah di Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika
Tidak berhenti hanya pada urusan unit kerja, saya juga aktif di Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika. Kegiatan organisasi mahasiswa ini mengajarkan saya arti kepemimpinan, kerja sama tim, dan tanggung jawab sosial. Setiap agenda, baik seminar, lomba, maupun diskusi ilmiah, selalu memberikan pengalaman baru yang membekas hingga sekarang.
Di himpunan inilah saya menemukan banyak sahabat yang kelak menjadi rekan perjuangan di dunia kerja maupun kehidupan pribadi. Aktivitas di organisasi membuat saya semakin percaya diri dan siap menghadapi berbagai tantangan.
Bertahun-tahun Berlalu, Ikatan Itu Tak Pernah Pudar
Waktu terus berjalan. Saya pun meninggalkan almamater tercinta. Namun, meski bertahun-tahun telah berlalu, keluarga besar PGRI Semarang tetap memberikan perhatian luar biasa. Kenangan masa lalu tidak hanya menjadi sejarah, tetapi juga jembatan persaudaraan yang tidak pernah putus.
Salah satu momen yang sangat saya ingat adalah pada tahun 2018, ketika saya mendapat tugas sebagai dosen magang di UNESA. Pada saat itu, saya mengunggah sebuah status di media sosial. Tidak disangka, keluarga PGRI Semarang segera menghubungi saya. Mereka meminta saya mampir, meski saya sendiri dalam kondisi tidak memiliki cukup uang untuk perjalanan.
Namun, alhamdulillah, rasa kekeluargaan itu benar-benar nyata. Saya diajak mampir, dijamu makan, bahkan tiket balik ke kampung pun dibayarkan. Bagi saya, pengalaman ini adalah bukti nyata bahwa rasa persaudaraan tidak pernah lekang oleh waktu.
Dukungan Saat Akreditasi Prodi: Bukti Kekeluargaan Sejati
Kisah luar biasa tidak berhenti di situ. Saat prodi tempat saya mengabdi sedang mempersiapkan akreditasi, kembali keluarga PGRI Semarang hadir memberikan dukungan. Mereka tidak hanya memberikan semangat, tetapi juga membantu secara nyata hingga akhirnya prodi saya berhasil meraih Akreditasi Unggul.
Bantuan seperti ini jelas bukan hal kecil. Tanpa dukungan moral dan teknis dari keluarga besar PGRI Semarang, mungkin hasil tersebut akan sulit dicapai. Lebih dari sekadar kerja sama profesional, dukungan ini mencerminkan kekeluargaan sejati yang tulus tanpa pamrih.
Sambutan Layaknya Saudara Kandung
Kenangan manis lain juga saya rasakan saat ada visitasi di prodi IPA. Salah satu keluarga besar PGRI Semarang menyambut saya dengan hangat, bahkan memperlakukan saya layaknya adik kandung. Momen itu membuat saya kembali terharu, menyadari bahwa ikatan persaudaraan yang dibangun di almamater benar-benar tulus.
Saya pribadi belum pernah menemukan bentuk solidaritas seperti ini di tempat lain. Semua terasa begitu hangat, begitu alami, dan begitu penuh kasih sayang.
Nilai Guyub Rukun dan Solidaritas: Warisan yang Tak Ternilai
Jika harus menggambarkan dengan satu kalimat, saya akan mengatakan: tiada kata lain mengenai kekeluargaan di PGRI Semarang, selain luar biasa. Nilai-nilai luhur yang selalu dijunjung tinggi, yaitu semboyan Jawa “Guyub rukun sedulur selawase” benar-benar saya rasakan dalam setiap perjalanan.
Bukan hanya slogan, tetapi sebuah praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kebersamaan, solidaritas, saling membantu, dan saling menghargai telah menjadi budaya yang melekat kuat di lingkungan PGRI Semarang.
Refleksi dan Rasa Syukur
Mengenang kembali kejadian di IKIP PGRI Semarang membuat saya semakin bersyukur. Perjalanan hidup yang saya tempuh tidak pernah terlepas dari peran dan dukungan keluarga besar PGRI Semarang. Mulai dari awal saya menjadi pembantu dosen, aktif di organisasi mahasiswa, hingga kini berkarier sebagai dosen, semuanya tidak bisa dipisahkan dari nilai kekeluargaan yang saya dapatkan di sana.
Banyak orang mungkin menganggap pengalaman seperti ini jarang terjadi. Namun bagi saya, inilah bukti nyata bahwa dunia pendidikan bukan hanya tentang akademik, tetapi juga tentang membangun ikatan sosial yang penuh makna.
Penutup
Mengenang kembali kejadian di IKIP PGRI Semarang bukan hanya perjalanan nostalgia, tetapi juga penghargaan terhadap rasa kekeluargaan, solidaritas, dan kebersamaan yang saya rasakan selama bertahun-tahun. Dari merintis keluarga sebagai pembantu dosen, berkiprah di himpunan mahasiswa pendidikan matematika, hingga mendapat dukungan luar biasa saat akreditasi prodi, semua itu menjadi bukti betapa kuatnya nilai kekeluargaan yang ditanamkan oleh almamater tercinta.
Saya yakin, siapa pun yang pernah menjadi bagian dari keluarga besar PGRI Semarang pasti memiliki cerita serupa. Sebuah kisah tentang persaudaraan, tentang solidaritas tanpa batas, dan tentang nilai luhur “Guyub rukun sedulur selawase, Solidaritas Yes”.
Semoga tulisan ini dapat menjadi inspirasi, sekaligus pengingat bahwa di balik setiap perjuangan akademik, selalu ada nilai kekeluargaan yang membuat perjalanan hidup semakin berarti.